Minggu, Februari 15, 2009

Pameran Jalanan



Sabtu pagi, agak sedikit santai. sudah 2 minggu ini profesi sementara sebagai aparat peradilan ku lakoni. yap, magang. akhirnya kejadian juga. jatah yang kudapat di Pengadilan Agama Bukittinggi, amat bersyukur banget karena kuliah ga tinggal, ma'isyah di Brilliant juga tetep terjalani, tapi,,,, dakwah nih yang lumayan keteteran, sedih.
Kembali ke Sabtu pagi, hari ini istirahat dinas (cie.. dinas gitu lho!) kalau libur gini, ritual pagiku seperti biasa;bangun, shalat subuh, nyupir, rebus air, bikin teh untuk warga rumah yang sudah "hidup" lagi, lalu beli jajanan ke warung sebelah untuk nemani teh hangat. pagi ini ku beranjak menuju kadai ni At, sebuah rutinitas amat menyenangkan bagiku ke kedai ini. Disamping aku bebas memilih jajanan sesuai selera, dengan alokasi dana yang, sangat memuaskan, aku juga bertemu dengan "Jila-Jila", begitu kubiasa memanggilnya. adalah seorang balita 10 bulan yang siap menyambutku, di kedai itu, duduk bersimpuh sambil terseyum-senyum. wih, anak kecil.... selalu bikin iri kami yang tua-tua ini, he he.
kupilih dan kupilah ragam makanan sambil ngegoda-goda Zila. ketika membayar, ni At bersuara :
"Mi, poster partai apa yang di tempel di kincia?"
"Maksud ni At?"
"Ya, di jendela kincia di pasang poster caleg, caleg apa ya? kok Ami ga tau?"
"ho oh Ami beneran ga tau tuh", sekejap langsung kupandang-pandangi dinding dan jendela kinciaku dari kedai ni At. "kok ga da ni At?"
"oh, mungkin dah dicopot ma Uda"
***
nyampe rumah,,, dengan jajanan, dengan teh hangat, dengan keluarga.
"tadi ada poster partai di kincia ya Da?"
"ya"
"mana Da?"
"tuh" telunjuk beliau mengarah ke sebuah rak. aku langsung meraihnya, penasaran. ternyata, ada sekitar 4 atau 5 poster lumayan besar, bergambar seorang calon anggota DPR RI asal Sumbar.
"sapa yang nempel sih Da?"
"ga tau, tadi sewaktu keluar pagi dah ada aja. mungkin ditempelnya malam hari.ditempel jendela lagi"
"wuih, emang kampanye kayak gini, kok maksa gitu sampe ke jendela rumah orang?"
para hadirin tak berminat menanggapi.
sembari nyuci baju pikiranku masih melayang kepersoalan poster, merembet ke bendera, warna warni, janji-janji, uh,, emangnya boleh aturannya gitu?
***
Ba'da Zuhur, berangkat ke tempat les
mendung sudah menggantung, tinggal menunggu titah sang Razzaq untuk turun. hatiku tetap cerah memulai langkah dari rumah menuju Brilliant. sepuluh menit nunggu angkutan, akhirnya datang sebuah mobil tua yang kupikir ga bakal sampai ke Bukittinggi. karena, biasanya kalau mobil dah uzur paling nariknya cuma sampe Koto Baru, baru 1/4 jarak ke Bukittinggi. tapi yang ini, siBapak tua, the driver yang dah kenal ma aku pasti tau bahwa aku sampe Bukittinggi.
kunaiki mobil "antik" itu. hanya ada 3 manusia didalamnya. ku ambil posisi wenak, barisan kusi yang kosong, di dekat jendela mobil. kacanya pun ga kaca film, jadi serasa ga ada kaca ni mobil. terpampang lah pemandangan luar mobil dengan bersih. aku yang semula sudah menyiapkan bacaan, seperti kebiasaan kalo dimobil, jadi lebih tertarik untuk menikmati saja jamuan pemandangan diluar. membaca ayat-ayat kauniyah lebih tepatnya. tebing hijau, ngarai dan beberapa saat selanjutnya pandanganku disita oleh aneka bendera partai di pinggir jalan. jadi ingat kasus poster tadi pagi.
maka mulailah ganti topik, perjalanan setengah jam ini akan jadi petualangan bendera partai sepanjang jalan... ah, merakyat banget judul kali ini.
mulai dari sebuah tempat pembuatan Batako, tertancap tegas bendera PRB (Partai Rancak Basamo). aku jadi mengerutkan kening. setahuku, pemilik batako ni sekarang jadi caleg PS2B (Partai Susah Senang Bersama), apa beliau ga tau ya? berarti nyuri-nyuri ni orang masang bendera. selang beberapa meter, disebuah kawasan tak berumah, terpampang rapi kembali bendera PRB. wah, ni orang emang merakyat, sampe ke daerah semut pun benderanya nyampe, aku tersenyum dalam hati, makin tertarik untuk melanjutkan observasi amatir ini.
nyampe di tikungan, pinggir ngarai, terdapat jembatan kereta api yang udah pensiun, ku melihat ada 4 spanduk ucapan selamat macam-macam dari aneka partai terpajang di pagar jembatan itu, wow!! pasti pas masangnya orang-orang ini bela-belain niti jembatan kereta yang bawahnya ngarai,,, penuh perjuangan dan pengorbanan.
nyampe di wilayah Kobar, makin semarak, makin full colour, makin norak. ada bendera Partai Amuba yang udah porak poranda di terjang-terjang angin malam, bendera PR (Partai untuk Rakyat)yang udah angus, belum teridentifikasi apakah terbakar matahari atau gara-gara asap kendaraan bermotor, di simpang tiga serangkai ada poster caleg PHM (Partai Hidup Mati)yang sudah tak sempurna lagi tegaknya, ada juga lo, beberapa bendera partai, yang numpang berdiri dengan menyandarkan diri ke plang-plang nama toko, ada dua indikasi menurutku, karena caleg adalah yang punya toko atau paling tiudak punya hubungan kerabat dengan yang punya, atau sekedar numpang n pemilik toko ga merasa ada masalah.
lanjut..ada bendera partai yang super buesar... barangkali bisa satu stelan baju kurungku tuh , aku suka melihatnya, melambai-lambai santai ditiup angin. and.... wow... dipucuk pohon cemara...burung Kultilang bernyanyi,,n di pucuknya lagi,,, tersembul... bendera partai lagi sodara-sodara!!!! wah, gila-gilaan, ya tebing, ya tiang listirk,, pohon-pohon juga dipanjat...
dan, euforia pun tetap berlanjut.
mendekati Bukittinggi, mulai banyak poster-poster anak manusia dari berbagai latar warna. ada yang tersenyum ramah, ada yang dikulum (weit's, aku jadi ingat waktu ngambil pas photo waktu sd, kan senyumnya malu-malu gitu!)ada yang sedang tertawa renyah, ada yang sedang merenung, mungkin sedang memikirkan umat, ada juga yang sinis tak menentu, ku coba tebak, barangkali ni orang lagi grogi waktu di foto, sekali lagi, coma tebakan.
oya oya... satu lagi... banyak juga lo ibu-ibu berjilbab diantara jejeran gambar-gambar itu,, , ibu-ibu karir tuh,, pikiranku melayang ke dua hari yang lalu.
"hai sanak!! yang dapil dua, pilih istri saya ya, dia kan nyaleg sekarang, nomor urut 3 untuk Partai Amuba"
"apa untungnya?"
"yah, kalo dari saya sih ga ada, atas nama solidaritas gitu! kan, kalo istri saya dapat kursi, saya senang, kalian kan ikut senang". sambil melanjutkan hisapan rokoknya.
"kamu senang bagaimana? wong istri kamu yang nyaleg!!" ketus.
"masak kamu ga tau, jadi Aleg itu, kan bisa banyak tunjangan tuh, yang paling asyik, studi bandingnya ke luar daerah bahkan keluar negeri...."
aku mulai tak berniat melanjutkan kupinganku terhadap beberapa orang pekerja di salah satu kafe dekat tempat dinas kemaren.
angkot ku sudah memasuki kawasan kota, disambut oleh sebuah baliho, lagi-lagi, baliho caleg. seorang bapak, berwajah kharismatik, kubaca namanya, AHLAN WASAHLAN, CICIT DARI SAHLAN, PEJUANG KEMERDEKAAN. wuih... maksa banget. cicit. jauh tuh, ketemu aja ga kali ma uaknya. aku jadi ingat sebuah goresan seorang sahabat sekolah dulu, catatan pesan untukku berupa pepatah arab :"Bukanlah dikatakan pemuda yang menyatakan ;ini bapakku, ini keluargaku. tapi yang dikatakan pemuda adalah yang menyatakan ; iniliah diriku". wallahu a'lam deh, untuk pak AHLAN.
ah... akhirnya nyampe juga,, kubayar ongkos dengan sesungging senyum, lalu melangkah pasti ke tempat les.